Rabu, 08 Februari 2012

Baca Saja di Help-nya!


Judul di atas saya gunakan, karena kata-kata tersebut begitu mengena pada diri saya. Kejadiannya sudah sangat lama, mungkin lebih dari sepuluh tahun yang lalu, ketika saya bekerja di sebuah perusahaan konsultan IT. Tempat kerja pertama setelah lulus kuliah :).

Ketika itu, saya masih sangat terpengaruh pada kebiasaan saya pada saat kuliah, yaitu bertanya mengenai apa saja belum atau tidak saya ketahui, terutama mengenai mata kuliah. Saya sudah sangat terbiasa mendapat jawaban yang final, artinya jawaban yang saya peroleh bisa langsung digunakan untuk menjawab pertanyaan/sudah merupakan solusi permasalahan. Saya tidak pernah berusaha untuk mencari tahu solusi dari permasalahan/pertanyaan-pertanyaan saya sendiri (terbiasa dilayani haha).

Pada saat bekerja di perusahaan konsultan tersebut, saya diharuskan untuk menggunakan suatu software tertentu untuk membangun sebuah aplikasi. Karena saya belum pernah menggunakan  software tersebut, otomatis saya harus belajar dalam waktu yang sangat singkat. Saya lihat setiap orang sudah mempunyai tugas masing-masing. Tidak ada training khusus untuk mempelajari software tersebut. Maka, apabila saya menemui kesulitan, begitu saya pikir saya tidak bisa memecahkannya, saya segera bertanya kepada salah seorang senior yang dianggap pandai oleh rekan-rekan kerja yang lain.

Mula-mula, beliau menjawab pertanyaan saya dengan penjelasan yang bisa saya mengerti. Akan tetapi, lama-kelamaan, karena saking sering saya bertanya kepada beliau, mungkin beliau merasa jengkel atau terganggu, tiba-tiba suatu saat ketika saya bertanya mengenai suatu hal, beliau dengan agak keras menjawab,"Baca saja di help-nya!". Wah, rasanya merah padam muka saya waktu itu, karena menahan rasa marah. Dengan setengah hati, saya mulai membuka halaman-halaman help dari software tersebut dan mulai mencari penyebab permasalahan saya sekaligus mencari solusinya. Banyak buntunya, akan tetapi saya coba terus. Kalau misalnya belum berhasil juga, saya akan berusaha mencari referensi di tempat lain, misalnya di buku-buku atau internet.

Dari situ saya mulai sadar, bahwa saya harus mulai membiasakan diri untuk memperluas wawasan / referensi. Tidak bisa terus bergantung kepada orang lain yang kita asumsikan selalu siap sedia untuk menolong kita, karena saya pikir, kualitas kita bergantung pada diri sendiri, bukan orang lain. Karena jika terus-menerus mengandalkan orang lain, diri sendiri tidak akan maju-maju.

Saya tidak sedang mengatakan bahwa saya sudah maju, akan tetapi paling tidak, saya mulai mengerti bahwa untuk maju, kita tidak bisa sepenuhnya menggantungkan diri kepada orang lain. Untuk senior saya, Mas C (mungkin Anda sudah tidak ingat kepada saya), terima kasih sudah mengingatkan saya! :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar