Senin, 30 Januari 2012

"Uang Rokok" / Tips


Suatu hari seorang sahabat datang ke rumah. Dari wajahnya yang kusut masai terlihat jelas bahwa dia sedang terkena masalah. Tanpa menunggu pertanyaan dari saya, setelah berbasa-basi sebentar, sahabat tersebut langsung mengeluarkan uneg-negnya. Benar saja, dia sedang terkena masalah, menyangkut masalah hukum yang berkaitan dengan salah seorang kerabatnya, sampai melibatkan pihak kepolisian.

Setelah selesai mengutarakan uneg-unegnya yang panjang lebar (perlu ditambah tinggi tidak ya? :)), akhirnya
dia bertanya kepada saya, "Berapakah saya harus memberikan uang rokok/transportasi pada polisi yang telah membantu saya ya?".Saya jawab saja, saya tidak tahu, karena saya belum pernah (jangan sampai) mengalami hal tersebut. Kemudian dia bercerita bahwa tempo hari dia telah meminjam uang beberapa ratus ribu kepada temannya hanya untuk memberi "uang rokok" kepada polisi tersebut. Saya bertanya kepadanya, apakah sang polisi meminta uang untuk apa yang telah dilakukannya dalam penyelesaian permasalahannya? Dia menjawab bahwa polisi itu memang tidak meminta uang sepeserpun untuk layanannya, akan tetapi dia merasa tidak enak saja kalau tidak memberikan uang jasa tersebut, karena sudah dibantu.

Saya jadi teringat pada saat saya harus ke kantor polisi untuk meminta surat keterangan kehilangan barang.
Setelah surat keterangan jadi, saya hanya mengucapkan terima kasih, .. setelah itu langsung pulang. Jadi
terpikir, apakah waktu itu seharusnya saya juga memberikan uang jasa atas pembuatan surat keterangan
tersebut?

Urusan "uang rokok" / tips ini bagi saya memang membingungkan. Bukan saja di instansi kepolisian, melainkan juga di banyak tempat, terutama tempat publik seperti salon dan restoran. Bahkan pernah saya baca di harian nasional, bahwa ada seorang pegawai restoran yang menyatakan, kalau (pelanggan) si A uang tips nya banyak, kalau si B uang tips-nya sedikit. Pegawai tersebut juga menginformasikan bahwa biasanya uang tips yang diberikan pelanggan adalah sekian rupiah (baca: lumayan besar).

Mungkin beberapa puluh/ratus ribu bagi beberapa orang sangatlah enteng. Akan tetapi, saya bisa lihat dari
cerita sahabat saya tadi, bahwa dia memaksa dirinya untuk memberikan "uang rokok" sampai harus meminjam dari temannya, padahal polisi tersebut tidak pernah meminta, bahkan mengatakan jumlah yang harus dibayarkan untuk jasanya.

Bagaimana menurut Anda?

Senin, 16 Januari 2012

No Liquid Allowed

Pagi-pagi dengan semangat empat lima saya pergi ke kantor pos terdekat untuk mengirim paket barang permintaan adik saya yang tinggal di propinsi seberang.

Begitu sampai kantor pos, saya langsung ke loket khusus untuk pengiriman barang. Saya bilang ke petugasnya, "Pak, saya mau kirim paket.", sambil mengulurkan paket yang masih terbungkus plastik putih. Petugas tersebut bertanya,"Isi paketnya apa, Bu?". Saya jawab bahwa isinya oli, oli khusus karena tidak dijual di toko-toko / supermarket yang ada saat ini.

Mendengar jawaban saya, petugas loket tersebut langsung menerangkan bahwa barang-barang cair tidak diizinkan dikirim lewat Pos, sembari  menunjuk ke papan peraturan yang ada di seberang-nya, mengenai barang-barang yang boleh atau tidak boleh dikirim via pos. Petugas tersebut menambahkan bahwa apabila oli tersebut bocor, maka akan bisa merembet juga ke paket-paket yang berbarengan dikirim bersama oli tersebut, dengan kata lain, bisa membahayakan paket-paket lain.

Ketika saya tanya apakah ada opsi lain untuk mengirimkan barang cair tersebut, petugas tersebut tidak bisa memberikan jawaban, dia hanya mengiyakan saja pada saat saya mengambil kesimpulan bahwa barang-barang cair harus dibawa sendiri untuk dikirimkan.

Saya jadi jengkel kepada diri sendiri, kenapa tidak mencari informasi dulu sebelumnya. Saya mengira kalau semua barang bisa dipaketkan. Saya jadi bertanya-tanya apakah hal ini berlaku juga untuk penyedia jasa pengiriman lainnya ya? Kalau memang demikian, berarti saya harus mudik untuk membawa pesanan adik saya tersebut. :(

Minggu, 08 Januari 2012

Ojek Payung

Apabila saya sedang tidak berada di rumah, dan hujan datang, selain berpikir bagaimana dan jam berapa saya bisa pulang, ada satu hal lagi yang pasti ada dalam pikiran saya, yaitu Ojek Payung.

Di mana-mana, yang pasti ketika hujan datang, banyak sekali terlihat anak-anak kecil, yang berumur antara lima sampai belasan tahun membawa payung yang berukuran besar. Payung-payung tersebut bukannya mereka pakai sendiri, melainkan ditawarkan ke orang-orang yang ingin berpindah tempat, melewati ruang terbuka. Entah itu dari depan sebuah gedung untuk menyetop angkutan umum / taksi, entah itu dari suatu tempat ke tempat lainnya dalam jarak dekat. Tarif untuk menggunakan payung mereka, sekali jalan adalah seribu rupiah. Mungkin saja sekarang sudah naik :).

Saya pikir, wah anak-anak itu kreatif banget memanfaatkan kesempatan yang ada untuk menambah uang saku mereka. Mereka rela berbasah-basah demi mendapatkan rupiah. Pendapatan mereka tidak tentu. Yang jelas mereka sangat bergantung pada "hujan". Bagi orang lain, mungkin saja hujan merupakan halangan untuk beraktifitas, tetapi bagi mereka, hujan merupakan rejeki.

Peluang ini tidak disia-siakan oleh sejumlah orang yang melihat potensi bisnisnya. Pernah suatu ketika, tak sengaja, ketika naik angkutan umum, seorang bapak di sebelah saya menerima telepon dari temannya. Bapak  tersebut berkata kepada temannya bahwa dia sedang mencari perluasan bisnisnya di daerah Bogor. Bisnisnya tak lain adalah Ojek Payung. Dari beberapa kota yang sudah dia masuki, ternyata potensi bisnisnya cukup besar. Bermodalkan payung yang berjumlah puluhan, bahkan ratusan, dia bisa merekrut anak-anak yang perlu tambahan uang untuk menjalankan bisnisnya. Omzet-nya tidak main-main loh, sehari bisa mendapatkan tiga juta rupiah net! Itu pendapatan bersih rata-rata di sebuah kota! Luar biasa, bukan?

Sampai saat ini, jika saya melihat seorang anak yang sedang menawarkan payung pada saat hujan, pikiran saya langsung tertuju ke pembicaraan bapak tersebut. "Jangan-jangan, anak ini masuk bisnis bapak itu". :)

Rabu, 04 Januari 2012

Simple Tofu Teriyaki

Suatu sore, ketika sedang belanja bulanan, mata saya tertuju ke deretan rak yang berisi bermacam-macam kecap dan saos. Saya tergelitik untuk mendekat ke salah satu rak tersebut, karena melihat ada semacam kertas yang terselip di antara kecap-kecap dan saos tersebut. Ah, ternyata resep masakan. Di situ tercantum resep masakan tahu teriyaki, yang tentu saja menggunakan produk saos teriyaki yang dibendel bersama kertas resep tadi. Resepnya cukup simple, sehingga akhirnya saya tertarik membeli produk saos teriyaki-nya. Iseng-iseng buat variasi, karena masakan saya terhitung default, kalau tidak lodeh ya tumis, atau sop :).

Sampai di rumah, saya praktekkan resep tersebut. Tahu dipotong-potong, dilumuri terigu, kemudian digoreng sampai setengah matang, lalu angkat (saya menambahkan jamur perancis yang diiris tipis-tipis untuk variasi ). Setelah itu, saya siapkan irisan bawang bombay (menurut resep harusnya ditambah irisan cabai merah dan hijau yang sudah dibuang isinya, tapi karena suami saya anti cabai, saya hanya siapkan bawang bombay-nya saja). Bawang bombang ditumis sebentar, kemudian tambahkan tahu hasil gorengan tadi dan jamur, kemudian aduk-aduk hingga rata. Tambahkan saos teriyaki dan air secukupnya, sambil terus diaduk hingga matang. Jadi deh ...

Bener loh, ternyata sesimple itu cara membuatnya, rasanya juga sudah seperti di restoran-restoran hehehe. Mestinya sih bukan cuma tahu saja yang bisa dibuat teriyaki, cuma saya belum tahu dan belum eksplore juga. So, jika ada yang pengen coba, just go ahead ... very-very simple! :)

Selasa, 03 Januari 2012

Jempol untuk Samsat Ciputat

Hari ini, sekitar jam 8.15WIB saya bergegas pergi ke Samsat Ciputat untuk membayar pajak kendaraan saya. Sebenarnya agak deg-degan juga, karena ini baru pertama kalinya saya mengurus pajak kendaraan.

Beruntung, ternyata kantor samsat tidak begitu jauh dari rumah, sehingga kurang dari 30 menit saya sudah sampai di sana. Suasana lantai 1 tidak begitu ramai, hanya terlihat beberapa orang saja yang hendak mengurus pajak kendaraan. Begitu masuk, saya menuju loket untuk meminta formulir pendaftaran. Petugas loket meminta saya untuk mengurus segala sesuatunya di lantai 2. Dari info seorang yang sering mengurus pajak kendaraan, formulir tersebut tidak usah diisi, karena nanti akan diisikan oleh petugas di lantai 2.

Sesampainya di lantai 2, ternyata ruang sangat ramai. Setelah bertanya pada orang-orang sekitar, saya memasukkan berkas-berkas saya ke loket pengesahan berkas. Petugasnya sangatlah cekatan, beruntung saya sudah mempersiapkan segala sesuatunya sehingga mempermudah proses pengurusan. Setelah itu, saya dipersilakan untuk menunggu panggilan di loket berikutnya, untuk mendapatkan rincian biaya pajak yang perlu dibayar. Tidak sampai sepuluh menit, saya sudah dipanggil beserta beberapa orang lainnya, dan dipersilakan untuk membayar pajak di loket pembayaran. Di loket pembayaran, prosesnya juga sangat cepat. Setelah melakukan pembayaran, kami dipersilakan untuk menunggu di loket sebelahnya untuk pengembalian berkas STNK lama dan Surat PKB/BBN-KB baru.

Yang membuat saya kagum adalah petugas-petugasnya, semuanya cekatan dan sangat membantu, sehingga prosesnya sangat cepat dan mudah. Di kantor samsat tersebut juga tidak ada calo sama sekali. Di sebelah loket terakhir, terdapat semacam tool berbentuk kotak yang ditempelkan di tembok untuk penilaian kinerja samsat tersebut. Ada tiga tombol, tombol berwarna hijau untuk nilai layanan sangat memuaskan, tombol berwarna kuning untuk nilai layanan memuaskan, dan tombol berwarna merah untuk layanan tidak memuaskan. Saya pencet tombol hijau! :)