Sabtu, 25 Februari 2012

WOT


Di era internet sekarang ini, tentunya browsing sudah merupakan kegiatan sehari-hari. Dari yang muda sampai tua tidak mau ketinggalan untuk kegiatan yang satu ini. Keperluan browsingnya pun beragam, dari yang mulai iseng-iseng untuk sekedar mencari informasi ringan, mencari pekerjaan, mencari kenalan ataupun untuk tujuan yang lain.

Seringkali saking asiknya berselancar di dunia maya, kita terkadang tidak menyadari bahwa ada banyak situs-situs yang kemudian menggirng dan “menjebak” kita untuk masuk ke link situs lain yang kita tidak ketahui, apakah situs itu akan memicu penyebaran virus, scam, atau situs-situs lain yang alamat website dengan kontennya sama sekali tidak cocok, atau website yang secara diam-diam mengumpulkan data-data pribadi tanpa seijin kita.

Lalu, bagaimanakah kita bisa mengetahui bahwa situs-situs yang kita akses adalah situs yang aman selain penggunaan antivirus atau pengesetan level keamanan di browser kita?

Ada banyak orang yang baik hati yang bersedia membantu kita untuk itu. Mereka menciptakan suatu perangkat (tools) yang akan membantu kita. Di antaranya adalah WOT (Web Of Trust).
WOT memperlihatkan kepada kita, situs-situs mana yang bisa kita percaya berdasarkan pengalaman jutaan pengguna di seluruh dunia. WOT mengidentifikasikan threat online yang luput dari teknologi keamanan otomatis, seperti : pengalaman user yang tidak bagus, phising (pencurian data pribadi), konten-konten yang kurang pas untuk user umur tertentu dan sebagainya. Hal-hal seperti itulah yang membutuhkan human input.

Untuk mengetahui lebih jauh, Anda bisa mengakses situs WOT di http://www.mywot.com/. Di situ Anda bisa men-download aplikasinya secara gratis, dan dengan penggunaan yang mudah dan sederhana. WOT ini bisa digunakan untuk bermacam-macam browser (IE, Mozilla, Chrome, Opera, Safari). Asik khan?

Selamat mencoba ya … so kita tidak perlu was-was lagi jika membuka situs-situs web (terutama) yang masih asing bagi kita.

Rabu, 22 Februari 2012

Sepuluh Makanan Unik

Sepuluh daftar makanan yang saya tidak berani menyantap, akan tetapi saya ingin sekali melihat reaksi orang  lain bila menyantap makanan-makanan di bawah ini :

  1. Di tempat-tempat tertentu di Indonesia, ayam dibiarkan mati sampai banyak banget belatungnya (infested with maggots), dan belatungnya itulah yang dimasak (tidak tahu nama masakannya)
  2. Makanan ajaib dari Islandia, namanya Hakarl. Konon itu juga salah satu makanan yang berbahaya, yang bisa membuat orang koit bila mempersiapkannya tidak benar. Yaitu ikan hiu yang dibusukkan dulu beberapa bulan, baru dimakan. 
  3. Daging babi mentah. Di daerah tertentu di Cina Selatan, babi setelah disembelih dan dibersihkan (isi perut dibuang), kemudian diasapi untuk sekedar membersihkan kulitnya. Tetapi dagingnya dibiarkan mentah.
  4. Cacing laut (bahasa Sasak : nyale), yang konon dimakan di daerah tertentu di Nusa Tenggara.
  5. Lutefisk, yaitu ikan yang dijemur sampai kering, dan diolah dengan tawas.
  6. Biskuit jangkrik (Gryllus Biskuit). Hasil kreasi anak-anak ITS.
  7. Salo (makanan orang Eropa Timur, terutama sebagai identitas orang Ukraina, konon rasanya kenyil-kenyil). Dibuat dari lemak babi yang dibumbui dan difermentasikan.
  8. Ikizukuri, yaitu makanan khas Jepang, yang berupa ikan mentah yang dimakan waktu masih hidup atau pada saat klenger.
  9. Kimchi (masakah khas Korea), biasanya dibuat dari kool yang difermentasi (semacam acar kubis).
  10. Sop kecoa, makanan yang sering disajikan di restoran Jepang di Jepang (di Indonesia belum ada).

Ada yang mau mencoba? :)

Rabu, 08 Februari 2012

Baca Saja di Help-nya!


Judul di atas saya gunakan, karena kata-kata tersebut begitu mengena pada diri saya. Kejadiannya sudah sangat lama, mungkin lebih dari sepuluh tahun yang lalu, ketika saya bekerja di sebuah perusahaan konsultan IT. Tempat kerja pertama setelah lulus kuliah :).

Ketika itu, saya masih sangat terpengaruh pada kebiasaan saya pada saat kuliah, yaitu bertanya mengenai apa saja belum atau tidak saya ketahui, terutama mengenai mata kuliah. Saya sudah sangat terbiasa mendapat jawaban yang final, artinya jawaban yang saya peroleh bisa langsung digunakan untuk menjawab pertanyaan/sudah merupakan solusi permasalahan. Saya tidak pernah berusaha untuk mencari tahu solusi dari permasalahan/pertanyaan-pertanyaan saya sendiri (terbiasa dilayani haha).

Pada saat bekerja di perusahaan konsultan tersebut, saya diharuskan untuk menggunakan suatu software tertentu untuk membangun sebuah aplikasi. Karena saya belum pernah menggunakan  software tersebut, otomatis saya harus belajar dalam waktu yang sangat singkat. Saya lihat setiap orang sudah mempunyai tugas masing-masing. Tidak ada training khusus untuk mempelajari software tersebut. Maka, apabila saya menemui kesulitan, begitu saya pikir saya tidak bisa memecahkannya, saya segera bertanya kepada salah seorang senior yang dianggap pandai oleh rekan-rekan kerja yang lain.

Mula-mula, beliau menjawab pertanyaan saya dengan penjelasan yang bisa saya mengerti. Akan tetapi, lama-kelamaan, karena saking sering saya bertanya kepada beliau, mungkin beliau merasa jengkel atau terganggu, tiba-tiba suatu saat ketika saya bertanya mengenai suatu hal, beliau dengan agak keras menjawab,"Baca saja di help-nya!". Wah, rasanya merah padam muka saya waktu itu, karena menahan rasa marah. Dengan setengah hati, saya mulai membuka halaman-halaman help dari software tersebut dan mulai mencari penyebab permasalahan saya sekaligus mencari solusinya. Banyak buntunya, akan tetapi saya coba terus. Kalau misalnya belum berhasil juga, saya akan berusaha mencari referensi di tempat lain, misalnya di buku-buku atau internet.

Dari situ saya mulai sadar, bahwa saya harus mulai membiasakan diri untuk memperluas wawasan / referensi. Tidak bisa terus bergantung kepada orang lain yang kita asumsikan selalu siap sedia untuk menolong kita, karena saya pikir, kualitas kita bergantung pada diri sendiri, bukan orang lain. Karena jika terus-menerus mengandalkan orang lain, diri sendiri tidak akan maju-maju.

Saya tidak sedang mengatakan bahwa saya sudah maju, akan tetapi paling tidak, saya mulai mengerti bahwa untuk maju, kita tidak bisa sepenuhnya menggantungkan diri kepada orang lain. Untuk senior saya, Mas C (mungkin Anda sudah tidak ingat kepada saya), terima kasih sudah mengingatkan saya! :)